Insiden Tak Menyenangkan Menimpa Salah Satu Jurnalis Saat Pelantikan CPNS dan P3K di Kabupaten Musi Rawas Utara

Wartasumsel.id, Muratara – Insiden tak menyenangkan menimpa salah satu jurnalis saat pelantikan CPNS dan P3K di Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), Selasa (tanggal acara). Seorang wartawan dari media Elpublika, Elda, mengaku dilarang masuk ke lokasi acara oleh oknum anggota Satpol PP berinisial “D”, meskipun acara pelantikan telah usai dan dirinya hendak melakukan wawancara.

“Saya datang sekitar pukul 07.40, ingin meliput dan mengejar narasumber untuk wawancara setelah acara. Tapi saya ditahan di luar pagar oleh oknum Satpol PP. Ironisnya, saya melihat Ketua DPRD Muratara justru datang lebih lambat sekitar pukul 08.16, namun tetap dibukakan gerbang oleh petugas,” ungkap Elda.

Saya tidak akan protes jika memang adil semua tidak boleh masuk, tapi faktanya pejabat boleh sedangkan kita media tidak boleh terlebih posisi prosesi sudah selesai dan kita ngejar wawancara. Ini tidak adil, selain melanggar sila ke-5 Pancasila juga melanggar UU Pers tahun 1999, jelas Elda.

Berdasarkan pantauan di lapangan, usai pelantikan, pagar lokasi acara hanya dibuka khusus untuk beberapa pejabat, sementara wartawan dan masyarakat tetap dihalangi masuk. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar soal siapa yang memberi arahan agar peliputan dibatasi.

Ketika dikonfirmasi, Wakil Bupati Muratara Junius Wahyudi menegaskan bahwa tidak ada larangan untuk wartawan masuk setelah prosesi pelantikan selesai.

“Kami tidak membatasi wartawan. Kalau telat saat prosesi, itu bisa dimaklumi, tapi setelah acara selesai harusnya sudah boleh masuk. Saya pun heran kenapa tidak ada wartawan yang wawancara, ternyata ditahan di luar. Saya baru tahu,” tegasnya.

Sementara itu, Kasat Pol PP Muratara, Sumedi, menyampaikan permintaan maaf atas tindakan anggotanya.

“Pertama, saya mohon maaf atas kejadian ini. Kami tidak berniat membatasi kerja media. Anggota yang bersangkutan akan dibina agar ke depan tidak terjadi hal serupa,” ujarnya.

Peristiwa ini memicu kekhawatiran atas dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Tindakan melarang jurnalis untuk masuk ke lokasi peliputan, terlebih setelah acara selesai dan tanpa alasan yang jelas, dapat dianggap sebagai bentuk penghalangan terhadap kerja jurnalistik, yang dalam konteks hukum merupakan bentuk kriminalisasi pers.

Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Muratara Mahmud dan sejumlah insan pers di Muratara mendesak adanya evaluasi terhadap kinerja Satpol PP dan meminta pemerintah daerah memastikan tidak ada pembungkaman terhadap kebebasan pers di ruang-ruang publik.

“Kami minta ini jadi evaluasi. Tidak boleh ada pembiaran atas tindakan yang melecehkan profesi wartawan. Negara menjamin kebebasan pers, dan pejabat di daerah harus taat pada undang-undang termasuk anggota satpol-pp yang diduga arogan,” Tegas Mahmud Ketua SMSI Muratara.