Prinsip AMDAL Diragukan, Izin Perumahan Bintang Timur I Harus Ditinjau Ulang

LUBUKLINGGAU, wartasumsel.id- Polemik Perumahan Bintang Timur I dengan warga RT 07 Kelurahan Taba Jemekeh, Kecamatan Lubuklinggau Timur I, Kota Lubuklinggau yang terdampak atas pengerukan lahan nampaknya semakin alot.

Pemerhati lingkungan Lembaga Yayasan Pucuk Kota Lubuklinggau melalui sambungan telepon pada Selasa, (21/02/2023) meminta Pemerintah wajib hadir memberikan solusi untuk masyarakat, dari dampak yang ditimbulkan oleh developer Perumahan Bintang Timur I tersebut. Yayasan Pucuk mendesak Instansi terkait untuk melakukan suspension atau menghentikan kegiatan pembangunan, sebelum permasalahan antara pihak pengembang dan masyarakat terselesaikan.

“Inilah akibat izin prinsip yang dimiliki oleh developer digunakan tanpa memperhatikan dampak Analisis Mengenai Lingkungan (Amdal), sehingga diduga akan mengakibatkan konflik sosial antara masyarakat sekitar dengan pihak pengembang,” kata Fendy.

Perlu diketahui permasalahan ini muncul setelah ada warga yang melapor kepada Pemerintah, karena merasa terancam jiwa dan hartanya akibat dari pengerukan lahan yang dilakukan Perumahan Bintang Timur I.

LSM Pucuk menduga dalam proses pra dan pasca pembukaan lahan Perumahan Bintang Timur I, sangat minim pengawasan dari Pemerintah, oleh karena itu patut dicurigai pihak pengembang terindikasi melakukan pelanggaran.

Ini tertuang dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ketentuan mengenai baku mutu lingkungan hidup, pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan daya tampungnya.

“Sebagai contoh pelanggaran yang kami ketahui, bahwasannya pihak pengembang diduga melakukan penimbunan rawa, yang semestinya rawa tersebut berfungsi sebagai daerah resapan air yang wajib di lestarikan, bukan di timbun demi mencari keuntungan dan memperkaya diri pribadi,” ucap Fendy.

Lebih lanjut dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 29/PRT/M/2015 Tentang Rawa.

Bab II tentang penetapan rawa pasal 12 point (4) Dalam hal penetapan perubahan fungsi rawa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) :
a. terdapat gambut dan tidak berada dalam kawasan hutan, perubahan fungsi rawa ditetapkan oleh Menteri berdasarkan rekomendasi teknis yang diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

b. berada dalam kawasan hutan, perubahan fungsi Rawa ditetapkan oleh Menteri berdasarkan rekomendasi teknis dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang bidang kehutanan.

Pasal 19 ayat (1) Pengendalian pemanfaatan Rawa dengan fungsi budi daya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b, dilakukan pada Rawa bergambut dan Rawa tidak bergambut.

Pengendalian pemanfaatan Rawa dengan fungsi budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan pengaturan:
a. muka air; dan
b. sirkulasi air.

(3) Pengaturan muka air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dimaksudkan untuk mencegah terjadinya drainasi tidak terkendali (over drain), kebakaran gambut, dan menekan terjadinya emisi gas rumah kaca.

(4) Pengaturan sirkulasi air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dimaksudkan untuk mengurangi tingkat kemasaman air dan kegaraman air.

Kemudian Bab V Perizinan dan Pengawasan Pasal 54 ayat (1) Setiap orang dan instansi pemerintah yang melakukan kegiatan pada Rawa wajib memperoleh izin.

(2) Kegiatan pada Rawa yang wajib memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a. pengembangan rawa;
b. pelaksanaan konstruksi untuk utilitas umum pada Rawa;
c. pemanfaatan air Rawa, kecuali untuk kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat dalam sistem irigasi;
d. pemanfaatan Rawa sebagai sumber air;
e. pemanfaatan air Rawa di kawasan hutan;
f. pembuangan air limbah ke Rawa;
g. pengambilan komoditas tambang di Rawa; dan h. pemanfaatan prasarana Pengaturan Tata Air untuk transportasi.

(3) Izin Pengembangan Rawa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, meliputi :
a. izin prinsip untuk melakukan studi kelayakan pengembangan dan perencanaan teknis prasarana pengaturan tata air;
b. izin pelaksanaan konstruksi prasarana pengaturan tata air; dan
c. izin pemanfaatan prasarana pengaturan tata air.

(4) Studi kelayakan pengembangan rawa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, merupakan kajian untuk menilai kelayakan dari kegiatan Pengembangan Rawa yang mencakup: a. kelayakan teknis, ekonomi, sosial, dan lingkungan ;
b. kesiapan masyarakat untuk menerima rencana kegiatan;
c. keterpaduan antarsektor;
d. kesiapan pembiayaan; dan
e. kesiapan kelembagaan.

(Yuyung)