Wartasumsel.id, MUSI RAWAS – SUPRAYITNO begitu ia dipanggil. Pria berperawakan tinggi kurus dengan kulit hitam manis ini telah malang melintang dan sudah banyak makan asam garam.
Bagaimana tidak! Kondisi ekonomi orang tuanya yang terbilang pas-pasan, menempa dirinya untuk menjadi sosok mandiri dan tangguh.
Berbagai profesi pernah dijalani pria kelahiran Ogan Komering Ulu (OKU) ini. Mulai dari perawat, pedagang, pengusaha hingga terjun ke dunia politik (politikus).
Sekedar informasi, Suprayitno merupakan Calon Wakil Bupati Musi Rawas mendampingi Hj Ratna Machmud Amin merupakan sosok yang peduli dan tegas dalam mengambil keputusan.
Bahkan, suami dari Marfuatun ini sudah beberapa kali melakukan sebuah keputusan krusial.
Seperti, pada 1996 lalu, ia bekerja di klinik PT Lonsum yang ada di Musi Rawas usai kuliah keperawatan di Akademi Perawat Yayasan Pembina Palembang.
Namun, hanya berselang beberapa bulan, dirinya menikah dan langsung meninggalkan pekerjaan tersebut. Ayah dari Malia Meta, Anisa Nurahma dan Zafran Pramudita, langsung banting stir ke wiraswasta, yakni dengan membuka warung manisan di Pasar Megang Sakti Kabupaten Musi Rawas.
“Karena saya cepat nikah, dan gaji sebagai perawat di klinik hanya Rp 600 ribu. Jadi, saya langsung buka warung manisan kecik-kecilan di Pasar Megang Sakti,” kata Suprayitno ketika dibincangi awak media, belum lama ini.
Dan keputusannya itu terbukti tepat. Usaha yang digelutinya ternyata berkembang dengan pesat. Dan pada 1998 bertepatan dengan kelahiran anak pertamanya, Prayit sapaan akrabnya berhasil membangun rumah sendiri.
Selanjutnya pada 2004, Suprayitno banting stir lagi dengan menjadi sopir kendaraan pengangkut karet ke gudang.
Lalu, pada 2007, ia memberanikan diri untuk buka gudang sendiri dengan langsung jualan ke pabrik sampai 2019. Kemudian, pada 2019 merintis jual beli sawit sampai sekarang.
“Jujur, tidak terbayangkan bisa seperti ini, orang tua saya seorang petani dengan enam orang anak. Tentu kehidupan kami sangat pas-pasan,” ungkapnya.
Tapi, diungkapkan Prayit mengenang apa yang disampaikan almarhum orang tuanya agar selalu disiplin dalam menuntut ilmu, karena nantinya sangat bermanfaat dalam mengarungi kehidupan ini.
“Pesan orang tua saya, pertama harus disiplin sekolah, sebab dengan ilmu, kita bisa berkembang. Kemudian, jangan membeda-bedakan orang ketika kita sudah sukses, semuanya harus diperlakukan sama. Itu yang selalu jadi pegangan hidup saya sampai kini,” katanya.
Mengenai riwayat pendidikannya, Prayit mengungkapkan pada jenjang SD diselesaikannya di Sumber Harjo (OKU) dan SMP di Megang Sakti yang saat itu masih menginduk di SMP 1 Tugumulyo.
Ia berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki. Bahkan, ketika tamat SMA YPBI Tugumulyo pada 1991, Prayit tidak langsung kuliah akibat keterbatasan orang tuanya. Selama dua tahun pasca tamat SMA, dirinya kerja di KUD.
Setelah itu baru melanjutkan kuliah keperawatan di Akademi Perawat Yayasan Pembina Palembang dan tamat pada 1996. Padahal, cita-citanya ingin menjadi dokter.
“Cita-cita saya sejak kecil ingin menjadi dokter. Tapi, karena keterbatasan ekonomi jadi kuliahnya mengambil jurusan keperawatan,” tuturnya.
Menurut Prayit, tujuan dirinya ingin menjadi dokter tidak lain agar bisa bermanfaat bagi orang banyak. Karena, itu memang tujuan dari hidupnya.(*)
Comment